Sebelumnya, artikel ini dibuat berdasarkan pengalaman rekan pendaki senior sang penulis, Echi, sekitar tahun 1990-an, orang mengenal pendaki senior ini dengan sebutan Rajin Pangkal Pandai atau Bunder. Dari pengalaman yang diceritakan Mas Bunder, sudah seharusnya kita lebih bersyukur dengan kemudahan pendakian sekarang dengan belajar lebih menghargai alam lagi.
Keterbatasan alat pendakian
Kamu yang sekarang hobi naik gunung, alat apa aja yang sudah kamu miliki? Ransel (carrier), sepatu gunung, tenda, sleeping bag, headlamp? Kalaupun belum punya semua alat itu, paling nggak kamu bisa menyewa. Toh sekarang banyak banget persewaan alat gunung.
Dahulu, nggak banyak toko yang menyewakan alat gunung. Mau membeli pun nggak mampu. Karena harganya yang sangat mahal. Paling mentok ya sewa. Seringnya sih pinjam teman. Saling pinjam meminjam alat gunung sudah jadi hal yang wajar.
Tenda pramuka, ransel, dan SB menjadi gears andalan
Foto pendaki zaman dulu http://eksisbanget.com/
Jangan tanyakan ke-safety-an. Peralatan gunung yang minim membuat pendakian jauh dari kata aman. Hanya berbekal ransel alpina pinjaman teman, tenda pramuka, dan SB, para pendaki lawas menjejakan kaki di tengah belantara.
Ransel Alpina jadi idola
Ransel Alpina kaskus.co.id
Belum ada ransel dengan back system yang oke senyaman osprey. Atau tenda seringan tenda ultralight naturehike. Dulu, Ransel Alpina jadi idola. Bagian pinggang terbuat dari besi dengan tali yang tebal.
Bisa bayangkan kan, betapa beratnya menggendong ransel yang berisi logistik dan kebutuhan pribadi saat mendaki? Tapi, pendaki lawas sangat menikmatinya, tidak mengeluh, bahkan bersyukur bisa naik gunung.
Pendaki bersepatu caterpilar jadi pendaki yang paling keren
http://phinemo.com/
Sekarang pun masih ada beberapa pendaki yang pakai sepatu Caterpilar. Mungkin mereka salah satu pendaki lawas yang setia dengan Caterpilar.
Kalau kamu perhatikan, pada ujung sepatu Caterpilar terdapat besi sebagai penahan. Nah, supaya nggak sakit saat mendaki, besi tersebut diambil.
Kalau nggak mampu beli Caterpilar, sepatu kasogi hunter jadi pilihan. Jadul banget kan? Tapi banyak juga lho yang pakai sandal jepit. Saking pengin mendaki tapi nggak mampu beli sepatu. Lhah sekarang, ada yang punya sepatu, eh mendaki pakai sandal jepit. Serba kebalik ya.
Minim pengetahuan, saling bertukar pengalaman jadi sumber informasi
http://phinemo.com/
Perjuangan mendaki masih belum berakhir. Kurangnya pengetahuan menjadi tantangan. Saling berbagi pengalaman antar sesama pendaki jadi salah satu sumber informasi.
Buku catatan adalah barang terpenting selain tenda, sepatu, sb, atau jaket. Semua informasi seputar gunung tercatat rapi di dalamnya. Termasuk nama teman, daerah asal, dan nomor telepon (bila punya).
Memang nggak mudah dan cenderung ribet sih. Tapi, justru dalam keterbatasan para pendaki lawas jadi sangat dekat satu dengan lainnya.
Nggak punya handphone, susah untuk berkomunikasi
http://phinemo.com/
Pernah ada yang posting di facebook tentang susahnya cari partner pendakian yang asik. Sama, dulu juga sulit dapat teman mendaki. Tapi, sesulit-sulitnya cari teman pendakian, paling tidak sekarang sudah ada facebook, twitter, dan instagram yang selalu ada untuk membantu.
Tidak seperti dulu, teman pendakian dikenal saat ketemu di gunung atau basecamp. Ngobrol dan kenalan secara langsung.
Mau janjian nanjak bareng pun susah. Ah, boro-boro facebook, handphone 3315 aja nggak punya. Nggak ada gadget canggih untuk komunikasi.
Salah satu caranya dengan kopdar alias kopi darat. Saling menyepakati kapan dan dimana akan naik gunung bareng. Harus selalu menepati janji. Sekali saja ingkar, bakal jadi bulanan-bulanan dan nggak dipercaya pendaki lain.
Akses transportasi pun masih sulit
http://phinemo.com/
Naik bus jadi transportasi yang cukup mewah. Mereka yang punya budget lebih, akan memilih naik bus. Sedangkan mereka yang naik gunung dengan uang pas-pasan, nebeng mobil bak terbuka jadi pilihan. Bahkan, bila nggak menemukan mobil tebengan, pendaki lawas ini rela jalan kaki berkilo-kilo.
Uniknya, cara mereka tahu mobil bak tersebut menuju ke kota mana adalah dengan menghafalkan plat nomor kendaraan. Misalnya, saat ingin naik gunung Lawu, ya mereka harus nunggu mobil dengan nomor polisi AD XXXX D.
Jalanan menuju basecamp belum semulus sekarang, bergelombang
http://phinemo.com/
Bayangkan saja, ketika menuju basecamp Gunung Merapi, pendaki lawas harus jalan kaki lho. Kalau kamu pernah naik Gunung Ungaran, pendakian dimulai dari Jimbaran lalu berjalan kaki menuju basecamp mawar!
Itu baru sampai basecamp lho, baru pemanasan. Belum mulai pendakian. Benar-benar pejalan tangguh kan? Kalau sekarang, kita bisa naik motor sampai basecamp. Nggak capek dan nggak butuh waktu lama.
Mie instan dan kopi menjadi logistik wajib
http://phinemo.com/
Pilihan menu begitu terbatas. Meski mie instant kurang baik untuk kesehatan, tapi mie instan sangat praktis dan murah. Uang 5.000 rupiah bisa membeli 10 bungkus indomie. Nasi dengan lauk sarden sudah menjadi menu makanan yang mewah.
Belum ada kompor lapangan berbahan gas, yang ada hanya kompor parafin yang baunya menyengat banget. Kadang, indomie rasa ayam berubah rasa jadi indomie rasa parafin. Pahit.
Selain bau, kompor ini nggak bisa diajak santai. Parafin menghasilkan api yang besar, nggak bisa dikecilkan. Kalau nggak pinter-pinter mengaplikasikannya, masakanmu bakal gosong.
Untuk masalah dokumentasi, pendaki lawas pakai tustel
http://phinemo.com/
Tahu nggak tustel itu apa?? Kalau kamu tahu artinya, berarti kamu sudah cukup jadul. Hehheehe.. Istilah tustel digunakan untuk menyebut kamera atau alat potret. Kamera jenis ini masih menggunakan roll film. Satu roll berisi 36.
Pendaki lawas mendokumentasikan pendakian menggunakan tustel. Nggak bisa selfie berkali-kali. Sayang banget kan, masak harga roll yang mahal dan hanya berisi 36 habis cuma buat selfie? Oiya lupa, dulu kan belum kenal selfie.
Selain harga roll film mahal, biaya cetaknya juga bikin kantong kering. Nggak heranlah, kalau banyak foto yang belum dicetak. Maka dari itu, pendakian zaman dahulu sangat minim dokumentasi.
Jaket penuh emblem jadi bukti sebagai bukti telah mendaki di berbagai gunung
http://phinemo.com/
Salah satu bukti nyata kalau sudah pernah naik gunung adalah emblem di kemeja lapangan. Tahu lagunya Rita Rubi? Dalam liriknya dituliskan �jaketmu penuh dengan lambang kegagahan�.
Yup, betul banget. Setiap turun gunung, pendaki lawas tidak lupa membeli kenang-kenangan berupa emblem, stiker, dan gantungan kunci. Semakin banyak emblem, makin jadi bukti kalau pendaki tersebut sudah mendaki berbagai gunung.
Selain emblem, cara mengetahui kalau dia pendaki adalah stiker di pintu rumah. Kalau banyak stiker gunung, dia pasti pendaki. Kalau sekarang ciri khas pendaki adalah banyaknya foto pendakian di galeri instagramnya. Ya meski cuma mendaki di bukit sih.
Baca juga: Penggemar Ramen Perlu Tahu Fakta-fakta Menarik Ini
Sumber: phinemo.com oleh Echi
Setelah baca ni artikel, ane jadi langsung inget Anderl Heckmair gan.
Seperti yang udah dijelasin di trit ane yang tentang Gunung Eiger sebelumnya, Anderl Heckmair dkk. adalah orang2 pertama yang berhasil naklukin "North Face" nya Gunung Eiger yang mematikan.
Kalo ngeliat susahnya ngedaki gunung zaman dulu di artikel ini, ga kebayang gan perjuangan Anderl Heckmair dkk. sampe akhirnya mencapai puncak Eiger dengan menempuh rute yang paling susah di gunung ini.
Anderl Heckmair dan rute tempuhnya di Eiger North Face http://www.arcopodojournal.com/
Keterbatasan alat pendakian
Kamu yang sekarang hobi naik gunung, alat apa aja yang sudah kamu miliki? Ransel (carrier), sepatu gunung, tenda, sleeping bag, headlamp? Kalaupun belum punya semua alat itu, paling nggak kamu bisa menyewa. Toh sekarang banyak banget persewaan alat gunung.
Dahulu, nggak banyak toko yang menyewakan alat gunung. Mau membeli pun nggak mampu. Karena harganya yang sangat mahal. Paling mentok ya sewa. Seringnya sih pinjam teman. Saling pinjam meminjam alat gunung sudah jadi hal yang wajar.
Tenda pramuka, ransel, dan SB menjadi gears andalan
Foto pendaki zaman dulu http://eksisbanget.com/
Jangan tanyakan ke-safety-an. Peralatan gunung yang minim membuat pendakian jauh dari kata aman. Hanya berbekal ransel alpina pinjaman teman, tenda pramuka, dan SB, para pendaki lawas menjejakan kaki di tengah belantara.
Ransel Alpina jadi idola
Ransel Alpina kaskus.co.id
Belum ada ransel dengan back system yang oke senyaman osprey. Atau tenda seringan tenda ultralight naturehike. Dulu, Ransel Alpina jadi idola. Bagian pinggang terbuat dari besi dengan tali yang tebal.
Bisa bayangkan kan, betapa beratnya menggendong ransel yang berisi logistik dan kebutuhan pribadi saat mendaki? Tapi, pendaki lawas sangat menikmatinya, tidak mengeluh, bahkan bersyukur bisa naik gunung.
Pendaki bersepatu caterpilar jadi pendaki yang paling keren
http://phinemo.com/
Sekarang pun masih ada beberapa pendaki yang pakai sepatu Caterpilar. Mungkin mereka salah satu pendaki lawas yang setia dengan Caterpilar.
Kalau kamu perhatikan, pada ujung sepatu Caterpilar terdapat besi sebagai penahan. Nah, supaya nggak sakit saat mendaki, besi tersebut diambil.
Kalau nggak mampu beli Caterpilar, sepatu kasogi hunter jadi pilihan. Jadul banget kan? Tapi banyak juga lho yang pakai sandal jepit. Saking pengin mendaki tapi nggak mampu beli sepatu. Lhah sekarang, ada yang punya sepatu, eh mendaki pakai sandal jepit. Serba kebalik ya.
Minim pengetahuan, saling bertukar pengalaman jadi sumber informasi
http://phinemo.com/
Perjuangan mendaki masih belum berakhir. Kurangnya pengetahuan menjadi tantangan. Saling berbagi pengalaman antar sesama pendaki jadi salah satu sumber informasi.
Buku catatan adalah barang terpenting selain tenda, sepatu, sb, atau jaket. Semua informasi seputar gunung tercatat rapi di dalamnya. Termasuk nama teman, daerah asal, dan nomor telepon (bila punya).
Memang nggak mudah dan cenderung ribet sih. Tapi, justru dalam keterbatasan para pendaki lawas jadi sangat dekat satu dengan lainnya.
Nggak punya handphone, susah untuk berkomunikasi
http://phinemo.com/
Pernah ada yang posting di facebook tentang susahnya cari partner pendakian yang asik. Sama, dulu juga sulit dapat teman mendaki. Tapi, sesulit-sulitnya cari teman pendakian, paling tidak sekarang sudah ada facebook, twitter, dan instagram yang selalu ada untuk membantu.
Tidak seperti dulu, teman pendakian dikenal saat ketemu di gunung atau basecamp. Ngobrol dan kenalan secara langsung.
Mau janjian nanjak bareng pun susah. Ah, boro-boro facebook, handphone 3315 aja nggak punya. Nggak ada gadget canggih untuk komunikasi.
Salah satu caranya dengan kopdar alias kopi darat. Saling menyepakati kapan dan dimana akan naik gunung bareng. Harus selalu menepati janji. Sekali saja ingkar, bakal jadi bulanan-bulanan dan nggak dipercaya pendaki lain.
Akses transportasi pun masih sulit
http://phinemo.com/
Naik bus jadi transportasi yang cukup mewah. Mereka yang punya budget lebih, akan memilih naik bus. Sedangkan mereka yang naik gunung dengan uang pas-pasan, nebeng mobil bak terbuka jadi pilihan. Bahkan, bila nggak menemukan mobil tebengan, pendaki lawas ini rela jalan kaki berkilo-kilo.
Uniknya, cara mereka tahu mobil bak tersebut menuju ke kota mana adalah dengan menghafalkan plat nomor kendaraan. Misalnya, saat ingin naik gunung Lawu, ya mereka harus nunggu mobil dengan nomor polisi AD XXXX D.
Jalanan menuju basecamp belum semulus sekarang, bergelombang
http://phinemo.com/
Bayangkan saja, ketika menuju basecamp Gunung Merapi, pendaki lawas harus jalan kaki lho. Kalau kamu pernah naik Gunung Ungaran, pendakian dimulai dari Jimbaran lalu berjalan kaki menuju basecamp mawar!
Itu baru sampai basecamp lho, baru pemanasan. Belum mulai pendakian. Benar-benar pejalan tangguh kan? Kalau sekarang, kita bisa naik motor sampai basecamp. Nggak capek dan nggak butuh waktu lama.
Mie instan dan kopi menjadi logistik wajib
http://phinemo.com/
Pilihan menu begitu terbatas. Meski mie instant kurang baik untuk kesehatan, tapi mie instan sangat praktis dan murah. Uang 5.000 rupiah bisa membeli 10 bungkus indomie. Nasi dengan lauk sarden sudah menjadi menu makanan yang mewah.
Belum ada kompor lapangan berbahan gas, yang ada hanya kompor parafin yang baunya menyengat banget. Kadang, indomie rasa ayam berubah rasa jadi indomie rasa parafin. Pahit.
Selain bau, kompor ini nggak bisa diajak santai. Parafin menghasilkan api yang besar, nggak bisa dikecilkan. Kalau nggak pinter-pinter mengaplikasikannya, masakanmu bakal gosong.
Untuk masalah dokumentasi, pendaki lawas pakai tustel
http://phinemo.com/
Tahu nggak tustel itu apa?? Kalau kamu tahu artinya, berarti kamu sudah cukup jadul. Hehheehe.. Istilah tustel digunakan untuk menyebut kamera atau alat potret. Kamera jenis ini masih menggunakan roll film. Satu roll berisi 36.
Pendaki lawas mendokumentasikan pendakian menggunakan tustel. Nggak bisa selfie berkali-kali. Sayang banget kan, masak harga roll yang mahal dan hanya berisi 36 habis cuma buat selfie? Oiya lupa, dulu kan belum kenal selfie.
Selain harga roll film mahal, biaya cetaknya juga bikin kantong kering. Nggak heranlah, kalau banyak foto yang belum dicetak. Maka dari itu, pendakian zaman dahulu sangat minim dokumentasi.
Jaket penuh emblem jadi bukti sebagai bukti telah mendaki di berbagai gunung
http://phinemo.com/
Salah satu bukti nyata kalau sudah pernah naik gunung adalah emblem di kemeja lapangan. Tahu lagunya Rita Rubi? Dalam liriknya dituliskan �jaketmu penuh dengan lambang kegagahan�.
Yup, betul banget. Setiap turun gunung, pendaki lawas tidak lupa membeli kenang-kenangan berupa emblem, stiker, dan gantungan kunci. Semakin banyak emblem, makin jadi bukti kalau pendaki tersebut sudah mendaki berbagai gunung.
Selain emblem, cara mengetahui kalau dia pendaki adalah stiker di pintu rumah. Kalau banyak stiker gunung, dia pasti pendaki. Kalau sekarang ciri khas pendaki adalah banyaknya foto pendakian di galeri instagramnya. Ya meski cuma mendaki di bukit sih.
Baca juga: Penggemar Ramen Perlu Tahu Fakta-fakta Menarik Ini
Sumber: phinemo.com oleh Echi
Setelah baca ni artikel, ane jadi langsung inget Anderl Heckmair gan.
Seperti yang udah dijelasin di trit ane yang tentang Gunung Eiger sebelumnya, Anderl Heckmair dkk. adalah orang2 pertama yang berhasil naklukin "North Face" nya Gunung Eiger yang mematikan.
Kalo ngeliat susahnya ngedaki gunung zaman dulu di artikel ini, ga kebayang gan perjuangan Anderl Heckmair dkk. sampe akhirnya mencapai puncak Eiger dengan menempuh rute yang paling susah di gunung ini.
Anderl Heckmair dan rute tempuhnya di Eiger North Face http://www.arcopodojournal.com/
wuih pak heckmair hebat,rute nya vertikal gitu
mendaki atau panjat tuh
pendaki generasi sekarang di invasi bocah alay
selpie-selpie,buang sampah sembarangan..ah syudahlah
mendaki atau panjat tuh
pendaki generasi sekarang di invasi bocah alay
selpie-selpie,buang sampah sembarangan..ah syudahlah
Quote:Original Posted By kirashinigami ?
wuih pak heckmair hebat,rute nya vertikal gitu
mendaki atau panjat tuh
mountaineering gan
wuih pak heckmair hebat,rute nya vertikal gitu
mendaki atau panjat tuh
mountaineering gan
kangen naik gunung jdiny
Apa sih enaknya berkeliaran di hutan
mak gw jg dulunya pendaki bre sblm kimpoi dan bikin ane, ntr gw kasih foto mak gw ya di puncak mahameru thn 90 an
Emang luar biasa para pendaki di jaman dulu gan. Senior2 ane dulu malah bisa bangun masjid di basecamp pendakian G. Merapi jalur Selo. Nggak habis pikir ane gan.
Ane kira dulu banget gan, kalo jaman itu peralatannya sudah mulai mumpuni buat mendaki gan.
jadul masih ori keknya
Alpina emang jd pilihan keren vroh
Alpina emang jd pilihan keren vroh
Quote:Original Posted By rhyre01 ?
mak gw jg dulunya pendaki bre sblm kimpoi dan bikin ane, ntr gw kasih foto mak gw ya di puncak mahameru thn 90 an
ditunggu bre
mak gw jg dulunya pendaki bre sblm kimpoi dan bikin ane, ntr gw kasih foto mak gw ya di puncak mahameru thn 90 an
ditunggu bre
Quote:Original Posted By benci.kaskus ?
Ane kira dulu banget gan, kalo jaman itu peralatannya sudah mulai mumpuni buat mendaki gan.
Zaman segitu aja udah susah gan, apalagi zaman pas ga perlengkapan yang memadai ya
Ane kira dulu banget gan, kalo jaman itu peralatannya sudah mulai mumpuni buat mendaki gan.
Zaman segitu aja udah susah gan, apalagi zaman pas ga perlengkapan yang memadai ya
sekarang mendaki cuman buat di bilang gaul doang
elu yang sebelah mana bray
gw ngerasain nih coy poto masi pake tustle pas di cetak potonya pada kebakar,carrier masi merk alvina tenda masi pake ponco,kompor masi pake kompor lapangan bahan bakar parapin,kalo sekarang kebanyakan korban film 5cm kalo kegunung cuma numpang poto terus megang kertas yang tulisan nya(kapan kesini di kota terus) ujung2 nya pada ilang di gunung
Dulu ndaki enak ye gan masih sepi
Sekarang dah rame jd males ndaki lagi..
Kamping ceria aja malah lebih seru
Sekarang dah rame jd males ndaki lagi..
Kamping ceria aja malah lebih seru
ktat2 yh gan jaman dlu
Nggak terlalu alay karena fotonya limit
ane mpe sekarang msh nyaman naek gunung dengan sendal jepit...
Anjrit pake KAMERA KODAK pastinya, diputerrrr cekrek cekrek
Pendaki alay kebelakang aja
Via: Kaskus.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar